Sunday, April 17, 2011

Di Mana Allah?

           PADANG PASIR membentang luas. Matahari bersinar menyala seolah-olah hendak membakar ubun2 kepala.Di sebuah jalan yang membelah padang pasir, tampak seseorang berjubah putih sedang berjalan kelelahan. Orang itu tidak lain adalah Abdullah Bin Umar ra, salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw, yang terkenal kealiman (tinggi ilmu) dan kezuhudannya (sederhana). Dia sedang berjalan keluar dari Madinah menuju ke Makkah untuk beribadah di Baitullah.

           Berkali-kali Abdullah bin Umar ra menghentikan langkahnya sesaat, untuk meminum seteguk air perbekalannya. Namun sayang, kantong airnya telah kering kontang. Dia benar2 kehausan. Dia melihat ke sekelilingnya, sapa tahu ada orang Badui atau pengembala yang boleh memberinya seteguk air penawar dahaga. Namun, sejauh mata memandang, yang dia temukan hanyalah warna kecoklatan samudera pasir.
Dia tetap sabar dan terus berjalan, sampai akhirnya matanya menangkap beberapa titik hitamdan putih di kejauhan sana, di balik bukit pasir. Hatinya merasa lega, berkali-kali dia mengucapkan Alhamdulillah. Dia yakin, titik hitam putih itu adalah manusia. Abdullah terus melangkahkan kaki untuk mendekati titik hitam dan putih itu. Ketika sudah dekat pengiraannya tidak meleset. Titik2 hitam dan putih itu adalah seorang pengembala dan kambing2nya.

            Ketika Abdullah bin Umar ra sudah berada tak jauh daripada pengembala itu, tetiba terlintas dalam benaknya untuk menguji pengembala itu. Dia ingin tahu apakah ajaran Islam telah sampai ke tengah padang pasir yang terpencil jauh itu? Dia ingin tahu juga, adakah pengembala itu menerima ajaran suci yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw?
Setelah mengucapkan salam, Abdullah bin Umar berkata kepada pengembala yang masih bocah itu, "Hai bocah, aku ingin membeli seekor kambingyang kau gembalakan ini. Bekalku sudah habis."
"Maaf Tuan, aku hanyalah seorang budak yang bertugas menegmbalakan kambing2 ini. Aku tidak bisa menjualnya. Ia bukan milikmu tapi milik kemajikanku. Aku tidak diberi wewengan untuk menjualnya". Jawab pengembala kambing itu.
       
         "Ah, itu masalah yang mudah. Begini, kau jual seekor kambing gembalaanmu padaku. Kambing yang kau jaga ini sangat banyak, tentu sangat sulit bagi pemiliknya untuk menghitung jumlahnya. Atau, kalaupun dia tahu ada seekor kambingnya tidak ada, bilang sajatelah dimangsa padang pasir. Mudah sekali bukan? Kau pun bisa membawa wangnya," bujuk Abdullah bin Umar ra dengan wajah yang tampak serius.

         "Lalu, di mana Allah? Pemilik kambing ini memang tidak akan tahu dan bisa dibohongi, tetapi ada Dzat yang Maha Tahu, yang pasti melihat dan mengetahui apa yang kita lakukan Apa kau kira Allah tidak ada?" jawab pengembala itu mantap. Sungguh, jawapan itu membuat Abdulillah bin Umar tersentak.

       "Aku tidak di beri kuasa oleh oleh pemilik kambing ini untuk menjualnya. Aku hanya boleh mengembalakannya dan meminum air susunya ketika aku memerlukannya dan memberi minum para musafir yang kehausan," sambung pengembala itu.

        Dia berkata begitu sambil membongkok, memerah susu seekor kambing ke dalam sebuah mangkuk. Begitu penuh berisi susu, dia memberikannya pada Abdullah bin Umar.

       "Minumlah Tuan, ku lihat anda kehausan. Jika masih kurang, boleh di tambah. Jangan kuatir susu ini halal. Allah tahu itu halal sebab pemiliknya menyuruh aku untuk memberi minum musafir yang memerlukan," kata pengembala itu dengan tutur kata yang halus dan ramah.

       Abdullah Bin Umar menerima mangkuk berisi susu itu dengan hati terharu. Dia minum sampai rasa hausnya hilang. Setelah itu, dia mohon diri.
Di jalanan dia tidak bisa menyembunyikan tangisnya, teringat kata2 pengembala itu, "Di manakah Allah? Apakah kau kira Allah tidak ada?"

       Abdullah bin Umar menangis mengingatkan bahawa seorang pengembala kambing di tengah padang pasir yang pakaiannya cumpang-camping, ternyata memiliki rasa taqwa yang begitu mendalam. Dia memiliki kejujuran yang tinggi. Hatinya menyinarkan keimanan. Akhlaknya sungguh mulia. Ajaran Rasulullah telah terpatri dalam jiwanya. Abdullah bin Umar erus melangkah kaki sambil bercucuran air mata.

       Lalu, Abdullah bin Umar mencari kampung terdekatdan menanyakan, siapakah tuan si pengembala kambing itu? Begitu berjumpa, Abdullah bin Umar terus membeli budak itu dan memerdekakannya. Seorang manusia yang jujur dan memiliki rasa ketakwaan kepada Allah yang begitu tinggi tidaklah sepatutnya menjadi hamba sahaya manusia. Dia hanya pantas menjadi hamba Allah Swt.



0 comments: